Minggu, 30 Januari 2011

[daily] Hidup adalah Memaknai

Selamat hari minggu pemirsa!

Beberapa waktu yang lalu dapet email Facebook dari si Polar, yang entah nanya entah nyindir bilang “wah masih ngeblog ya mbak, kirain uda nggak”, hehehehhe.
Life happens, banyak hal terjadi dan jadilah rumah reyot ini terbengkalai tak terurus *alasan belaka*
Anyhow, let’s start ngegombal!

Seminggu yang lalu, si saya dapet berita duka, Diah Ayu a.k.a Kety temen satu kost pas kuliah dulu meninggal karena penyakit lupus.
Dejavu, berasa sebuah sore di bulan Juni. Mendengar kata “lupus”, penyakit yang juga membawa si Emak pergi menghadap Sang Maha Cinta.
Kety. Ngga kenal secara personal, tapi tahu kalo Kety anak manis, pinter dan baik banget.
Mungkin karena Allah begitu menyayanginya, dia diambil begitu cepat.

Dan kemudian beberapa hari yang lalu, dapat kabar duka lagi, Ibu dari Ucik, temen sebangku waktu SMA, meninggal dunia.
Secepatnya si saya mengirim sms belasungkawa dan dia menjawab dengan balesan yang bikin saya terharu, “Berat banget che, udah kangen”.
Sabar ya kawan ;)

Dan begitulah usia seseorang. Ngga ada yang bisa merumuskan jumlahnya.
Dan di akhir jumlahnya, selalu membawa kesedihan untuk orang disekitarnya. Tapi, apakah berpisah dengan dunia berarti berpisah dengan kebahagiaan?
Saya sering berdoa, semoga tempat Emak disana lapang dan terang. Saat itu juga saya bertanya, apakah Emak sedang bahagia ataukah sebaliknya?
Semoga Emak bahagia disana.

Pas kuliah dulu sering ikutan trainingnya ZenDin (mencoba mencari websitenya ngga nemu, huhuhu).
Di setiap akhir seminarnya semua peserta pasti disuruh menuliskan sebuah kalimat dengan huruf besar, Hidup adalah Memaknai!
Sesuatu menjadi hitam karena kita berpikir itu hitam, menjadi merah karena kita menganggap itu merah.
Seperti itu juga kematian mungkin harus dimaknai dengan cara lain. Menyedihkan memang, tapi bukan berarti semua ada tanpa hikmah. Kematian adalah sebuah awal dari cinta baru.
Dan akankah kita cemburu, sedangkan dia yang meninggalkan kita sedang dalam perjalanan menuju kekasihnya?

Ada teman yang memprotes setiap tulisan saya tentang Emak. Katanya seolah-olah si saya ngga bisa ngilangin rasa sedih karena ditinggal Emak.
Sedih iya, tapi tidak pernah membiarkan diri untuk terus terjatuh. Kadang kita perlu jatuh dan mencium tanah untuk merasakan bagaimana segarnya udara saat bangkit ;)

Dan tulisan ini saya persembahkan untuk sahabat tercinta, Kety dan juga Ucik yang baru ditinggal ibunya.
Seperti kita yang memilih bunga terbaik saat memetiknya, begitu juga Allah akan memilih orang-orang terbaik untuk dipetikNya terlebih dahulu.

Selamat jalan Kety, selamat jalan ibunda Ucik ;)
Semoga Sang Maha Menjaga selalu menjaga rumah baru kalian, Amin.

---

Dan sudahkah hidup kita termaknai dengan baik?