Minggu, 20 November 2011

[daily] Kerudung Hitam

Emak sering berkata “Kalo beli baju kenapa musti hitam sih?”.
Itu komentarnya dulu, menanggapi saya yang hanya suka warna hitam, dan kemana-mana selalu pakai baju warna hitam.
Walaupun banyak orang menganggap warna hitam adalah kesedihan. Tidak dengan saya, karena bagi saya hitam itu berani. Bahkan iklan shampo pun pake jargon “pake hitam siapa takut”.

Hingga beberapa hari yang lalu, saya packing persiapan pulang ke Indonesia (karena si Emak masuk ICU) dan menemukan kerudung hitam yang baru dicuci. Kerudung yang biasa jadi bawaan wajib kemanapun saya pergi.
Saya masukkan kerudung hitam dalam-dalam ke dalam keranjang. Ngga pengen lihat kerudung itu, karena tiba-tiba saya merinding dan takut. Saya takut warna hitam.
Yap, kerudung hitam tidak masuk daftar list bawaan pulang.

Pagi tadi, kerudung hitam keluar dari keranjang, disetrika karena harus dipakai.
Emak sudah menghadap Maha Pemilik Cinta, Emak meninggal dalam tidurnya yang lelap. Tidur yang ternyata untuk selamanya.
Innalillahi wainnailaihi rajiun.

Saya sering berdoa, jika Dia berkenan saya ingin mati muda. Bukan karena amalan saya yang terlampau bagus, tapi ingin mendahului Bapak dan Ibu, karena saya pasti ngga bisa kuat, ngga bisa ikhlas.
Kun Fayakun.
Dan alhamdulillah insya Allah bisa ikhlas.

Ngga pengen berbagi duka, hanya sekedar berbagi susahnya belajar memahami makna “titipan”. Sesuatu yang sementara jadi milik kita, dan suatu hari pasti diambil oleh Yang Maha Memiliki.

Dan ketika titipan itu diambil, semua terasa berat, bukan sekedar berat melepas titipan pergi. Tapi lebih karena berat mengingat banyak hal yang lupa atau belum terpenuhi, pesan dan nasehat yang sering terlalaikan, harapan yang belum terwujud dan banyak hal lainnya.
Dan apakah titipan akan bahagia karena pernah ada di tangan kita?

Seperti juga Emak. Malaikat yang pernah dititipkan ke keluarga saya.
Jangan ditanya bagaimana rasanya. Lebih dari sekedar gagal SPMB ataupun patah hati. Sering berharap saya tiba-tiba terbangun dan ternyata ini hanya mimpi. Sangat berat melepas orang yang mengajari saya berjalan untuk pertama kalinya.
Tapi Allah Maha Baik, mencintainya dan ingin mengambilnya segera.
Semoga Emak bahagia di dunia barunya.

Saya heran bisa sekuat ini.
Dan semua karena cintaNya dan teman-teman hebat yang selalu ada disekitar saya.
Yang menenangkan, memberi semangat, mengirim doa, mengirim sms+email, pontang panting cariin tiket balik, jenguk Emak pas masih di RS, bikin pengajian dadakan, dan bahkan rela tidur di kamar saya yang berantakan.
Mereka ngga ingin saya sedih berlarut-larut, semata-mata agar Emak tenang melepas dunianya.

Senang ada diantara orang-orang baik. Priceless.
Ngga tau harus bilang makasih seperti apa, ngga tau udah ngerepotin seperti apa.
Thanks a million!

Banyak hal di luar dugaan, banyak hal ngga sesuai rencana.
Seandainya kita bisa mengatur segalanya seperti yang kita inginkan, seandainya kita punya tombol undo untuk mengulang sesuatu, mungkin sulit untuk bisa dewasa.

Entah mengapa sejak Emak masuk RS, ngga henti-hentinya saya membaca puisi ini.
Sangat recommended, agar kita bisa menjaga titipan dengan baik, sebelum semua terlambat.
Terus berusaha menjadi lebih baik, agar setiap titipan merasa bangga pernah ada bersama kita.

---

Selamat jalan bidadari cantik.
Mohon dimaafkan segala kekhilafannya.

---

Nagoya, 11 Juni 2010

#repost dari tulisan saya di facebook, setahun yang lalu ;)

Minggu, 30 Januari 2011

[daily] Hidup adalah Memaknai

Selamat hari minggu pemirsa!

Beberapa waktu yang lalu dapet email Facebook dari si Polar, yang entah nanya entah nyindir bilang “wah masih ngeblog ya mbak, kirain uda nggak”, hehehehhe.
Life happens, banyak hal terjadi dan jadilah rumah reyot ini terbengkalai tak terurus *alasan belaka*
Anyhow, let’s start ngegombal!

Seminggu yang lalu, si saya dapet berita duka, Diah Ayu a.k.a Kety temen satu kost pas kuliah dulu meninggal karena penyakit lupus.
Dejavu, berasa sebuah sore di bulan Juni. Mendengar kata “lupus”, penyakit yang juga membawa si Emak pergi menghadap Sang Maha Cinta.
Kety. Ngga kenal secara personal, tapi tahu kalo Kety anak manis, pinter dan baik banget.
Mungkin karena Allah begitu menyayanginya, dia diambil begitu cepat.

Dan kemudian beberapa hari yang lalu, dapat kabar duka lagi, Ibu dari Ucik, temen sebangku waktu SMA, meninggal dunia.
Secepatnya si saya mengirim sms belasungkawa dan dia menjawab dengan balesan yang bikin saya terharu, “Berat banget che, udah kangen”.
Sabar ya kawan ;)

Dan begitulah usia seseorang. Ngga ada yang bisa merumuskan jumlahnya.
Dan di akhir jumlahnya, selalu membawa kesedihan untuk orang disekitarnya. Tapi, apakah berpisah dengan dunia berarti berpisah dengan kebahagiaan?
Saya sering berdoa, semoga tempat Emak disana lapang dan terang. Saat itu juga saya bertanya, apakah Emak sedang bahagia ataukah sebaliknya?
Semoga Emak bahagia disana.

Pas kuliah dulu sering ikutan trainingnya ZenDin (mencoba mencari websitenya ngga nemu, huhuhu).
Di setiap akhir seminarnya semua peserta pasti disuruh menuliskan sebuah kalimat dengan huruf besar, Hidup adalah Memaknai!
Sesuatu menjadi hitam karena kita berpikir itu hitam, menjadi merah karena kita menganggap itu merah.
Seperti itu juga kematian mungkin harus dimaknai dengan cara lain. Menyedihkan memang, tapi bukan berarti semua ada tanpa hikmah. Kematian adalah sebuah awal dari cinta baru.
Dan akankah kita cemburu, sedangkan dia yang meninggalkan kita sedang dalam perjalanan menuju kekasihnya?

Ada teman yang memprotes setiap tulisan saya tentang Emak. Katanya seolah-olah si saya ngga bisa ngilangin rasa sedih karena ditinggal Emak.
Sedih iya, tapi tidak pernah membiarkan diri untuk terus terjatuh. Kadang kita perlu jatuh dan mencium tanah untuk merasakan bagaimana segarnya udara saat bangkit ;)

Dan tulisan ini saya persembahkan untuk sahabat tercinta, Kety dan juga Ucik yang baru ditinggal ibunya.
Seperti kita yang memilih bunga terbaik saat memetiknya, begitu juga Allah akan memilih orang-orang terbaik untuk dipetikNya terlebih dahulu.

Selamat jalan Kety, selamat jalan ibunda Ucik ;)
Semoga Sang Maha Menjaga selalu menjaga rumah baru kalian, Amin.

---

Dan sudahkah hidup kita termaknai dengan baik?